ORASI KEBUDAYAAN ULANG TAHUN KE II
MEDIA MELAYU DI DUNIA MAYA
“MELAYUONLINE.COM”
“Kalau Rubuh Kota Melaka, Papan di Jawa Kami Tegakkan”
Bismillahirahmanirrahim.
Assalamu’alaikum wr.wb.
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur yang sedalam-dalamnya kehadirat Allah Swt yang telah mengijinkan kita semua untuk bertemu pada malam peringatan hari kelahiran MelayuOnline.com yang ke-2, yang jatuh pada tanggal 20 Januari 2009. Sungguh merupakan karunia Allah Swt yang luar biasa bagi kami bahwa pada malam hari ini kita dapat berkumpul bersama di kota Yogyakarta ini dalam keadaan sehat dan berbahagia.
Selamat datang kami ucapkan kepada semua hadirin di sini, yang datang dari dekat maupun dari jauh, dari hulu maupun dari hilir, dari gunung maupun dari laut, yang telah bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan tentu saja juga biaya yang tidak sedikit guna memenuhi undangan kami.
Adalah sebuah kehormatan yang tak terkira bagi kami, bahwa perayaan 2 tahun MelayuOnline.com dihadiri oleh yang sangat kami hormati para raja Melayu dari berbagai tempat di Nusantara, para pejabat beberapa provinsi, kabupaten dan kota, para tokoh adat Melayu, para ilmuwan dan para budayawan Nusantara yang sangat kami muliakan, serta para pemerhati dan peminat kebudayaan maupun para kerabat dan sahabat yang sangat kami cintai.
Sejujurnya, pada awalnya kami hanya merancang sebuah acara ulang tahun yang sederhana, mengingat masih mudanya usia MelayuOnline.com serta terbatasnya sumber daya dan dana yang kami miliki. Namun banyaknya tanggapan dan permintaan dari berbagai pihak untuk membuat peringatan hari jadi tersebut menjadi lebih semarak ternyata tidak kuasa kami tolak. Kami tidak pernah menyangka bahwa bayi yang bernama MelayuOnline.com, yang baru berusia dua tahun ini, ternyata telah merebut banyak simpati dan perhatian. Ini membuat kami sangat berbahagia sekaligus bangga. Untuk segala simpati dan perhatian tersebut, kami segenap warga Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu -Balai yang melahirkan bayi MelayuOnline.com- mengucapkan terimakasih yang tak terhingga.
Hadirin yang sangat kami muliakan,
Keputusan kami lima tahun yang lalu untuk memilih budaya Melayu sebagai pusat perhatian kami dalam pengembangan kebudayaan, berawal dari sebuah kesadaran bahwa kebudayaan Melayu adalah sebuah kebudayaan dengan sejarah yang terentang begitu panjang dalam rantai waktu, dan terhampar begitu luas dalam bentang ruang di permukaan bumi.
Sejarah masyarakat dan budaya Melayu adalah sebuah sejarah panjang jatuh dan bangunnya peradaban Melayu yang cikal-bakalnya berasal dari pulau Sumatra. Tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban Melayu di masa lampau telah menjadi salah satu peletak dasar peradaban yang kemudian tumbuh di Asia Tenggara. Peradaban yang kini berkembang di Indonesia, Malaysia dan Brunei, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, Kamboja, Srilanka, hingga ke Madagaskar dan Afrika Selatan, adalah peradaban-peradaban yang tumbuh di atas landasan elemen-elemen budaya, yang sebagian atau hampir seluruhnya berasal dari budaya Melayu.
Dalam konteks keIndonesiaan, budaya Melayu telah memberikan sumbangan yang luar biasa pada proses terbentuknya bangsa kita sekarang, bangsa Indonesia, berupa bahasa nasional, bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tumbuh dari bahasa Melayu, terutama Melayu Pasar, yang merupakan bahasa perdagangan di kalangan suku-suku bangsa di Nusantara sebelum masuknya agama Islam dan pengaruh Barat di kawasan ini. Melayu Pasar yang merupakan lingua franca itulah yang kemudian sangat berperan dalam proses pembentukan kesadaran akan sebuah bangsa, yang bernama Indonesia.
Melalui bahasa tersebut budaya Melayu juga telah memberikan sumbangan pada lahirnya salah satu ciri peradaban sebuah bangsa, yakni karya sastra. Sastra Melayu adalah sebuah khasanah pengetahuan dan kearifan yang menjadi landasan bagi tumbuhnya Sastra Indonesia di masa kini. Dalam sastra Melayu itulah keberadaban dan cita rasa keindahan -etika dan estetika Indonesia- yang sangat awal diciptakan.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, prestasi budaya dan peradaban Melayu yang gemilang tersebut ternyata kemudian harus surut dan takluk ketika berhadapan dengan budaya Barat yang didukung oleh teknologi yang lebih canggih, serta kekuatan yang lebih besar. Prestasi budaya dan peradaban yang dibangun di atas sistem sosial bernama “kerajaan”, di lingkungan yang bernama “istana” tersebut, semakin hari semakin terpinggirkan di masa kemerdekaan, ketika sebuah sistem sosial baru berupa “republik yang demokratis” dipilih sebagai bingkai kenegaraan oleh bangsa Indonesia. Sistem ini oleh sebagian orang dipandang lebih sesuai untuk menyongsong era yang baru, era abad dua puluh dan abad berikutnya.
Keterpurukan peradaban Melayu yang pernah gemilang dan prestasi budaya yang pernah dicapainya, yang berawal dari jatuhnya “Kota” Melaka ke tangan Portugis, ternyata tidak berhasil memunculkan sebuah keprihatinan yang berujung pada sebuah kesadaran akan perlunya membuka kembali lembaran sejarah peradaban dan prestasi budaya Melayu di masa lalu; kita perlu mempelajarinya, menampilkannya dan kemudian melestarikan dan mengembangkannya, agar dapat tumbuh benih-benih budaya baru yang mampu memberikan sumbangan lebih besar, lebih bermakna kepada peradaban dunia.
Hadirin yang kami muliakan,
Atas kehendak Allah Swt, lima ratus tahun kemudian ‘wahyu keprihatinan’ tersebut ternyata turun di sebuah kota pendidikan, yang tumbuh dari sebuah pusat peradaban tua dan kaya di Nusantara, yakni kota Yogyakarta, ibukota kerajaan Mataram yang masih tetap hidup sampai saat ini. ’Wahyu’ ini telah memberikan semangat dan inspirasi pada sejumlah insan budaya untuk melakukan upaya-upaya penyelamatan, penghimpunan dan pelestarian dan pengembangan berbagai warisan budaya Melayu yang kini berserakan di Nusantara, tidak atau kurang mendapat perhatian, yang tidak atau kurang terpelihara, dan bahkan kadang-kadang terasa asing di kalangan pewarisnya sendiri.
Syahdan, didirikanlah kemudian di tahun 2003 sebuah lembaga untuk menopang dan mewadahi kegiatan tersebut: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM). Pada awalnya upaya pelestarian yang dilakukan adalah menghimpun benda-benda warisan budaya Melayu serta menerbitkan sastra lisan Melayu. Namun, seiring perjalanan waktu, kegiatan penerbitan ternyata menuntut adanya media yang lebih praktis, yang lebih mudah dijangkau oleh khalayak yang lebih luas, yang dapat menyapa serta disapa oleh siapapun yang berminat pada budaya Melayu di seluruh dunia. Media ini dibayangkan akan menjadi sebuah arena pertemuan yang dapat melampaui batas-batas ruang dan waktu; sebuah arena tanpa batas (borderless). Maka dipilihlah media yang sesuai dengan semangat zaman: teknologi internet.
Lahirlah kemudian sebuah media budaya Melayu; sebuah dunia Melayu baru, sekaligus juga sebuah budaya Melayu baru, yang tidak dikenal oleh generasi-generasi Melayu sebelumnya, yaitu dunia Melayu yang maya, budaya Melayu yang maya. Malay virtual world, Malay virtual culture. Dunia dan budaya inilah yang kemudian kami beri nama: MelayuOnline.com.
Hadirin yang kami muliakan,
Bayi MelayuOnline.com ternyata lahir di sebuah lingkungan sosial-budaya yang sangat kondusif: kota Yogyakarta. Di kota ini terdapat sebuah perguruan tinggi tertua dan terbesar di Indonesia; termasuk 100 besar di tingkat dunia dalam bidang ilmu humaniora atau ilmu budaya, dengan sebuah jurusan yang kemudian -melalui jaringan sosial informal- banyak memberikan nutrisi yang bergizi pada bayi MelayuOnline.com- berupa pemikiran-pemikiran dan sumber daya manusia yang sangat mendukung pertumbuhan bayi tersebut -yakni jurusan Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada.
Berkat asupan gizi yang bagus dan perhatian yang luar biasa dari para penasehat dan warga Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, bayi MelayuOnline.com di kemudian hari berhasil tumbuh menjadi bayi molek yang sangat banyak peminatnya, disayang, didodoi dan disanjung orang ramai, ditimang oleh para tetua dan ninik-mamak, dan diharapkan kelak jika dewasa dapat mengangkat marwah dan mengembalikan kegemilangan Melayu. MelayuOnline.com kini telah tumbuh menjadi sebuah sumber informasi, sumber inspirasi, sumber motivasi, dan sumber enerji bagi pertumbuhan sebuah budaya Melayu baru. Kami sangat berharap dari MelayuOnline.com inilah akan tumbuh budaya Melayu yang berakar umbi pada tradisi, namun mampu memberi ruh pada modernisasi. Semboyan kami adalah: melestarikan tradisi dengan cara yang tidak tradisional, menjemput modernisasi tanpa meninggalkan tradisi.
Di tengah dunia Melayu yang baru, yang maya, yang luas tanpa batas inilah, fajar kesadaran baru terbit. Sebuah kesadaran akan kemelayuan yang melewati batas ruang dan waktu, karena tamasya ke alam Melayu di masa lalu, membawa kita pada kehidupan Melayu dengan wajah Hindu; tamasya Melayu di masa Sriwijaya membawa kita pada Melayu dengan wajah Buddha; tamasya Melayu di masa agak silam membawa kita pada Melayu berwajah Islam, dan tamasya Melayu di masa kini membawa kita pada Melayu dengan wajah yang warna-warni. Lalu siapakah orang Melayu itu?
Berbagai pengalaman menekuni kembali tradisi dan warisan budaya Melayu di masa lalu telah membawa kami pada pemahaman baru tentang jatidiri Melayu. Pemahaman ini membangkitkan sebuah kesadaran yang memperkokoh semangat kami untuk membangun sebuah kemelayuan yang berakar umbi pada tradisi, namun tetap selaras dengan modernisasi. Ketika kami menggali akar tradisi, kami temukan di situ benih-benih budaya Melayu baru, Melayu yang justru telah melampaui batas ruang dan waktu.
Dalam kisah pahlawan Melayu yang sangat cemerlang, Hikayat Hang Tuah, terdapat sebuah episode yang menarik ketika Hang Tuah diajak menari oleh para dayang penari di istana Indrapura. Para dayang ini berkata kepada Hang Tuah,
“...Baiklah, Tuanku. Ragam apa yang diperhamba palu ini, karena ragam orang Indrapura bukan Melayu? Sungguh beta Melayu kacukan (campuran) juga, bukan seperti Melayu Melaka sungguh”. Maka Laksamana [Hang Tuah] pun tersenyum seraya berkata, “Orang Melaka gerangan Melayu kacukan, bercampur dengan Jawa Majapahit! Dayangpun satu sebagai hendak mengajuk beta pula”. Setelah biduan lima itu mendengar kata Tun Tuah itu, maka ia pun berpaling, malu-malu bahasa…”
Setelah para dayang menari, Tun Jenal kemudian juga bangkit untuk menari.
“…dua, tiga langkah, dianggapkannya kepada Laksamana. Laksamanapun berbangkit menari, serta membaiki panjang kainnya dan mengiringkan keris panjangnya. Maka kata Laksamana, “Jangan sahaya diajuk, karena orang Melaka dan tuannya bercampur Jawa Majapahit. Tiada tahu (pandai) menari”. Maka sahut Tun Jenal, “Kata apa Tuan katakan itu? Kita bermain adik-beradik, hendaklah jangan menaruh syak di hati”…
Apa yang menarik dari dialog-dialog dalam Hikayat Hang Tuah di atas? Tidak lain adalah pengakuan para dayang dan Hang Tuah, bahwa orang Indrapura yang merasa dirinya bukan Melayu asli (Melayu kacukan) ternyata salah menganggap tentang orang Melayu yang “asli”, karena yang asli ternyata kacukan (campuran) juga. Dialog di atas menyiratkan bahwa di masa Hang Tuah pun Melayu asli sebenarnya sudah tidak ada. Yang ada adalah Melayu kacukan. Dengan kata lain, Melayu yang asli adalah Melayu yang kacukan, Melayu yang campuran. Jika secara ragawi orang Melayu adalah kacukan, tentu secara kultural orang Melayu lebih kacukan lagi. Kacukan atau campuran adalah hasil dari sebuah keterbukaan, dan keterbukaan adalah keadaaan tanpa sekat, tanpa batas ruang maupun waktu. Jika demikian kemelayuan tidak lain adalah keterbukaan; kemelayuan adalah keadaan tanpa sekat ruang dan waktu, dan itulah dunia yang tengah kami kembangkan, dunia MelayuOnline.com.
Keberadaan MelayuOnline.com di sebuah pusat peradaban di Jawa, seakan-akan juga telah diramalkan dalam tradisi lisan Melayu di masa lalu. Demikian pula kegiatan pelestarian dan pengembangan budaya yang kini tengah kami lakukan. Oleh karena itu, ijinkan kami dalam pidato ini mengutip pembayang (sampiran) sebuah pantun yang membuat kita bergidik, tetapi mampu menunjukkan akar tradisi, lokasi dan konteks sosial-budaya kegiatan kami,
Kalau Rubuh Kota Melaka, Papan di Jawa Kami Tegakkan
Kalau Jatuh Marwah Negara, Budaya Bangsa Kami Bangunkan
Seiring dengan semangat “papan di Jawa kami tegakkan” dan “budaya bangsa kami bangunkan” tersebut pada malam ini, dalam rangka memperingati ulang tahun MelayuOnline.com yang kedua, ijinkan kami dari Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, yang berada di Jawa, memberikan penghargaan kepada insan-insan budaya yang telah banyak berjasa dalam pelestarian dan pengembangan budaya Melayu di manapun mereka bermaustautin, dan dari manapun mereka berasal, tanpa memandang ras, budaya dan agama.
Kami, segenap warga Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada hal-hal yang tidak sengaja kami lakukan, entah kami tersalah kata, entah kami tersalah tingkah, entah kami tersalah langkah,
Yang raja kurang dirajakan
Yang patut tidak dipatutkan
Yang alim lupa dimuliakan
Yang tua lupa didahulukan
Yang dahulu dikemudiankan
Lupa didahulukan selangkah
Lupa ditinggikan seranting
Maka dari jauh kami menjunjung duli, kepada yang dekat diangkat sembah, memohon maaf beserta ampun atas segala kesalahan dan kealpaan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa kami masih terlalu banyak kekurangan dan kealpaan, karena kami memang baru belajar.
Pohon cempedak di dalam pagar
Ambilkan galah tolong jolokkan
Hamba budak baru belajar
Andaikan salah tolong tunjukkan
Akhirnya, kami segenap warga Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu mengucapkan terimakasih yang tak terhingga atas segala sambutan yang begitu membesarkan hati kami, partisipasi dan atensi yang begitu mengharukan dari ibu dan bapak serta saudara sekalian, dalam acara memperingati ulang tahun kedua media kita bersama, dunia kita bersama yang kita cintai, MelayuOnline.com.
Terimakasih. Jika kecil telapak tangan, nyiru kami tadahkan.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Yogyakarta, 20 Januari 2009
Mahyudin Al Mudra
Pemangku Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu Yogyakarta