www.melayuonline.com : Menjemput Modernisasi Tanpa Melupakan Tradisi, Menjulang Marwah Tanpa Melupakan Sejarah...
Pengantar
Globalisasi telah menyebabkan terjadinya integrasi ekonomi, politik, sosial dan budaya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain dapat kita ketahui pada waktu yang hampir bersamaan. Prosesi pelantikan Obama sebagai Presiden Amerika dapat kita nikmati dan rasakan nuansanya sebagaimana orang-orang yang datang ke Washington DC hanya dengan melihat televisi. Demikian pula dengan orang-orang yang berada di benua lain, mereka juga dapat mengetahui dan merasakan apa yang sedang terjadi hampir bersamaan dengan kita. Globalisasi ini dipicu oleh kecepatan pertukaran informasi yang disajikan setiap detiknya oleh cybermedia, televisi, radio dan media-media lain (Bernard T. Adeney, 2004). Media-media informasi itu mengaburkan batas-batas fisik dan budaya –yang oleh Arjun Appadurai disebut “deteritorialisasi”-- sehingga menciptakan dunia baru dengan batas-batas wilayah dan nilai yang bersifat relatif. Proses deteritorialisasi ini merupakan suatu proses penting karena ia menjadi titik balik peradaban kontemporer yang memiliki implikasi yang luas dalam berbagai proses sosial dan budaya (Irwan Abdullah, 2006).
Deteritorialisasi telah menyebabkan masyarakat dari beragam latar belakang terintegrasi dalam komunitas masyarakat yang trans-nasional. Arjun Appadurai (1997) bahkan lebih jauh mengatakan bahwa globalisasi telah memunculkan suatu ‘etnisitas baru’ khususnya dalam masyarakat transnasional yang menantang kondisi-kondisi maupun praktek politik di suatu negara (wilayah lain). Terbentuknya masyarakat yang transnasional tersebut merupakan ancaman dan sekaligus peluang bagi kamunitas-komunitas untuk memperkuat eksistensi jatidirinya.
Melayuonline.com : Jembatan Pemersatu Bangsa Melayu se-Dunia.
Fenomena globalisasi tersebut juga dialami Melayu. Globalisasi Melayu secara garis besar ada dua macam, yaitu: pertama, orang-orang Melayu menyebar keberbagai penjuru dunia. Ketika orang-orang Melayu menyebar ke berbagai penjuru dunia (tentunya dengan motif dan tujuan yang berbeda), disadari atau tidak mereka akan membawa serta nilai-nilai kemelayuan mereka. Nilai-nilai kemelayuan yang mereka bawa akan berdialektika dengan kondisi lingkungan dimana mereka menetap. Hasilnya adalah sebuah pola Melayu yang heterogen, seperti Melayu Deli, Melayu Jambi, Melayu Riau, Melayu Sambas, Melayu Menado, Melayu Singapore, Melayu Minang, Melayu Phillipines, Melayu Cocos Island-Australia, Melayu Cape Town, dan lain sebagainya. Kedua, kawasan Melayu menjadi daerah tujuan orang-orang dari luar wilayah Melayu. Kedatangan orang-orang ini ke kawasan Melayu, secara langsung atau tidak telah ikut memperkaya kebudayaan Melayu. Kedatangan orang-orang Arab misalnya, telah menyebabkan Melayu mengenal budaya tulis-menulis.
Selain terjadinya tranformasi orang, Melayu juga menjadi wilayah pertarungan informasi. Berkat kemajuan teknologi, masyarakat Melayu mempunyai akses yang lebih luas terhadap sumber-sumber informasi. Dampak dari lalu lintas orang dan informasi tersebut adalah berubahnya pola pikir dan cara pandang Melayu terhadap dunianya. Terlepas apakah mobilisasi orang dan informasi telah merubah wordview orang Melayu atau tidak, yang harus kita cermati adalah peran apa yang dapat dilakukan oleh orang Melayu dalam era globalisasi ini? Dalam makalah ini, penulis membahas tentang penguatan jati diri orang Melayu melalui solidaritas sosial sebagai modal sosial untuk menghadapi persaingan bebas.
Jati Diri Melayu
Peradaban Melayu di masa lampau menjadi salah satu peletak dasar peradaban Asia Tenggara. Tidak bisa dipungkiri, peradaban yang kini berkembang di Indonesia, Malaysia dan Brunei, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, Kamboja, Srilanka, hingga ke Madagaskar dan Afrika Selatan, adalah peradaban-peradaban yang tumbuh di atas landasan elemen-elemen budaya, yang sebagian atau hampir seluruhnya berasal dari budaya Melayu (Al Mudra, 2009).
Melayu mampu berperan sebagai peletak dasar munculnya peradaban di Asia Tenggara karena Melayu mempunyai jati diri yang bersifat inklusif. Jati diri Melayu dibangun dan diperkaya oleh beragam kebudayaan besar dunia, seperti India, Arab, Cina, dan Eropa. Melayu menyerap nilai-nilai dari peradaban besar tersebut dengan menggunakan kaca mata lokal Melayu sehingga menghasilkan sebuah kebudayaan (baca: jati diri) yang khas Melayu. Jati diri Melayu inilah yang kemudian menjadi landasan pembentukan kebudayaan Asia Tenggara.
Pertanyaannya adalah apa dan bagaimana jati diri Melayu? Untuk menjawabnya kita memerlukan pemahaman historis terhadap Melayu. Pemahaman historis sangat penting untuk mengetahui jati diri Melayu secara komprehensif. Pemahaman historis juga akan menyelamatkan kita dari pereduksian Melayu. Selain itu, kita juga akan mengetahui nilai-nilai apa saja yang telah membentuk dan memperkaya Melayu.
Berbagai Upaya Pelestarian dan Pengembangan Budaya Melayu
Kajian historis terhadap Melayu menunjukkan bahwa jati diri Melayu diwarnai dan diperkaya oleh: kebudayaan pra Hindu-Buddha; kebudayaan India yang beragama Hindu-Buddha; kebudayaan Arab yang beragama Islam; kebudayaan China yang beragama konfusianisme, dan kebudayaan Barat yang beragama Kristen dan Katolik (Al Mudra, 2008). Tentu saja, kadar pengaruh masing-masing kebudayaan tersebut terhadap pembentukan jati diri Melayu berbeda-beda. Hal itu tergantung pada tempat di mana suku bangsa Melayu berada, kondisi lingkungannya, dan intensitas interaksinya dengan budaya lain.
a. Kebudayaan Pra Hindu-Buddha: Animisme-Dinamisme
Bangsa Melayu telah ada di kawasan Nusantara sejak 3.000 tahun sebelum Masehi dan dikenal dengan sebutan “Proto-Melayu” (Harun Mat Piah, 1993). Pada zaman ini telah berkembang religiusitas Melayu yang ditandai dengan ditemukan patung-patung, palungan-palungan tempat menyimpan tengkorak, menhir-menhir untuk menghormati arwah nenek moyang, dan lain-lain. Selain aspek religiusitas, kelompok Melayu ini telah mengenal sistem bercocok tanam (D.G.E. Hall).
Gua Penyimpanan Jazad Para Leluhur di Toraja
Selanjutnya, sekitar tahun 300 SM, menyusul pendatang Melayu lainnya, yaitu “Deutro-Melayu”. Deutro-Melayu mengembangkan peralatan-peralatan yang lebih modern dari proto Melayu, yaitu peralatan yang terbuat dari perunggu dan besi. Kedatangan Deutro-Melayu mendesak sebagian Proto-Melayu ke daerah-daerah pedalaman, dan sisanya bercampur dengan pendatang baru (Mahdini, 2003). Yang cukup menarik dari fase ini adalah telah terbangunnya sistem religius Melayu yang bersifat animisme dan dinamisme (D.G.E. Hall).
Sampai saat ini, kita masih dapat menemukan puak-puak Melayu yang menganut paham animisme dan dinamisme. Orang-orang Sakai atau Talang Mamak di Riau, dan orang-orang Kubu di Jambi, merupakan bukti nyata kalau orang-orang Melayu juga ada yang menganut paham animisme dan dinamisme.
Masyarakat Sakai di Provinsi Riau, Indonesia
b. Kebudayaan India: Hindu-Buddha
Peradaban Melayu memasuki babak baru ketika masyarakat Melayu kuno menjalin hubungan dengan bangsa India. Hubungan antara masyarakat Melayu dengan India diperkirakan telah mulai sejak abad ke 3 Masehi melalui jalur-jalur perdagangan. Hall memperkirakan orang-orang Melayu, pada waktu itu, sudah banyak yang sampai ke India, mengingat mereka adalah pelaut ulung. Meski demikian pengaruh Hindu-Buddha baru berkembang pesat di Nusantara pada abad ke 5 M. Kerajaan Kutai di Kalimantan, patung-patung Buddha gaya Amaravati yang ditemukan di beberapa tempat di Sulawesi, Jawa, dan Sumatra menunjukkan perkembangan pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha yang cukup signifikan pada abad itu (D.G.E. Hall).
Candi Budha di Desa Muara Takus, Kec. XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia.
Pengaruh budaya Hindu-Buddha pada masyarakat Melayu hingga dewasa ini terlihat pada upacara-upacara adat, arsitektur bangunan dan bahasa Melayu. Contoh kata dalam bahasa Melayu yang berasal dari kata Sansekerta di antaranya adalah bulan, berasal dari kata “vulan”, sampan dari “samvau”, seribu dari “sarivu”, dan lain-lain. Sebagian puak Melayu yang masih memeluk agama Hindu-Buddha hidup di beberapa negara, seperti Kamboja, Myanmar, dan Vietnam.
c. Kebudayaan Arab: Islam
Arab masuk ke Nusantara melalui jalur perdagangan sejak sekitar abad ke-11, dan berkembang semakin cepat mulai abad ke-13. Selain untuk berdagang, orang-orang Arab ini datang ke Nusantara dengan membawa agama Islam. Para peneliti berbeda pendapat tentang dari mana Islam datang, dan siapa yang membawanya masuk ke Nusantara. Ada yang berpendapat bahwa Islam datang dari Cina, Gujarat, India, Persia atau Turki. Terlepas dari perbedaan tersebut, agama ini telah diterima secara luas oleh bangsa Melayu karena sifatnya yang egaliter dan populis. Islam tidak mengenal sistem kasta dan kependetaan, sehingga memungkinkan keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam seluruh bidang kehidupan, termasuk pendidikan (Abdul Hadi, 2008).
Kesenian Rebana yang Kental Nuansa Islam.
Faktor penting lainnya yang menyebabkan Islam cepat berkembang di Nusantara adalah karena penyebaran agama ini didukung oleh tiga kekuatan, yaitu istana, pesantren dan pasar (Taufik Abdullah, 1988). Istana sebagai pusat kekuasaan berperan dalam memberikan legitimasi politis untuk disebarkan kepada rakyat yang bernaung di bawahnya. Pesantren yang dikelola oleh kaum tarekat berperan memberikan penjelasan tentang esensi Islam sebagai agama yang membumi dan mudah dicerna. Sifat pesantren yang terbuka untuk siapapun tanpa memandang latar belakang suku, ras dan status sosial, menjadikan lembaga ini sebagai tempat rujukan masyarakat untuk belajar mendalami ajaran Islam. Sementara itu, pasar merupakan daerah pemukiman para saudagar, kaum terpelajar, dan kelas menengah lain yang berhadapan langsung dengan situasi kultural yang sedang berkembang. Di sini, dialog dan pertukaran pikiran dan informasi tentang masalah perdagangan, politik, sosial dan keagamaan berjalan sangat cepat.
d. Kebudayaan Cina: Konfusianisme
Jika kedatangan orang-orang Arab kental dengan nuansa dakwah Islamnya, maka pertemuan Melayu dengan Cina sangat kental nuansa perdagangannya. Selain perdagangan, pertemuan antara Cina dan Melayu juga menyebabkan terjadinya akulturasi dalam bidang budaya.
Tradisi Bakar Tongkang pada Masyarakat Tionghoa di Bagan Siapi-api, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Indonesia.
e. Kebudayaan Eropa: Kristen-Katolik
Daerah-daerah pedalaman yang tidak tersentuh oleh persebaran Islam menjadi sasaran utama bagi misionaris Kristen yang dibawa oleh bangsa Eropa mulai abad ke-16. Menurut Hefner, pemerintah kolonial, Belanda dan Inggris, tidak melakukan penginjilan Kristen di tengah penduduk Muslim yang sudah mapan karena sadar bahwa hal itu dapat merongrong “keamanan dan ketertiban” yang sangat penting bagi kepentingan material bangsa Eropa (Hefner, 2007). Upaya menciptakan kantong-kantong Kristen di daerah pedalaman dirasa oleh pemerintah kolonial lebih aman, di samping untuk membangun keberpihakan penduduk lokal kepada pihak kolonial. Proses Kristenisasi berjalan selama bertahun tahun, sehingga beberapa suku bangsa Melayu yang menetap di daerah pedalaman, seperti Batak Karo di Sumatra Utara dan Toraja di Sulawesi Selatan, mayoritas beragama Kristen. Perbedaan agama inilah yang kemudian dijadikan sebagai salah satu batas identitas antara Melayu dan bukan Melayu sampai dewasa ini.
Gereja Kristen di Kota Melaka, Malaysia.
Pertemuan Melayu dengan kelima kebudayaan di atas telah membentuk dan memperkaya Melayu dalam membangun jati dirinya. Melalui penulusuran historis tersebut kita mengetahui bahwa jati diri Melayu dibangun dan diperkaya oleh kelima kebudayaan tersebut, bukan satu kebudayaan sebagaimana informasi yang umum kita jumpai. Hal ini dapat kita lihat dari beragamnya agama yang dipeluk oleh orang-orang Melayu. Memang mayoritas orang Melayu beragama Islam, tetapi kita tidak bisa menafikan bahwa ada juga yang tetap menjaga tradisi Hindu-Buddha dan dinamisme-animisme, seperti masyarakat Melayu di SoE, Nusa Tenggara Timur yang mayoritas beragama Kristen, dan komunitas Melayu di daerah-daerah pedalaman Riau, seperti Talang Mamak yang masih menganut tradisi animisme dan dinamisme.
Dengan demikian, merumuskan jati diri Melayu tidak bisa hanya dengan melihat satu unsur pokok pendukungnya, walaupun itu mayoritas, misalnya hanya berlandaskan Islam. Tetapi mesti melihat rentang sejarah dan perkembangan budaya yang lebih jauh dan luas, sehingga upaya membangun jati diri Melayu tidak memutus mata rantai sejarah bangsa Melayu itu sendiri. Jati diri Melayu akan kering jika dibatasi dibatasi oleh ras, agama, bahasa, batas-batas geografis, atau afiliasi politik. Jati diri Melayu merupakan campuran beragam kebudayaan yang dihasilkan dari proses akulturasi Melayu dengan berbagai budaya lain. Hal ini bisa terjadi karena karakter budaya Melayu yang bersifat inklusif.
Jati Diri Melayu di Era Globalisasi
Setelah membicarakan tentang hal-hal yang membangun dan memperkaya jati diri Melayu, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menjadikan jati diri tersebut sebagai landasan orang-orang Melayu hidup di era globalisasi? Secara ideal, watak Melayu yang inklusif merupakan modal utama mengarungi era globalisasi. Borderless society (masyarakat tanpa batas) hanya dapat disikapi dengan sikap terbuka, karena kita tidak mungkin menolak globalisasi secara keselurahan. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan penyikapan secara rasional terhadap dampak globalisasi: mengambil yang baik dan menolak yang buruk.
www.melayuonline.com: Melestarikan Tradisi Dengan Cara Yang Tidak Tradisional
Menyadari dahsyatnya pengaruh globalisasi terhadap Melayu dan kemelayuan, Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM) melakukan kajian intensif terhadap Melayu dan kemelayuan. Selain itu, BKPBM juga melakukan inventarisasi, dokumentasi, replikasi, publikasi, dan revitalisasi Melayu dan kemelayuan. Dengan cara ini, kekayaan budaya, sejarah, dan alam Melayu akan memberikan manfaat untuk mensejahterakan masyarakat Melayu. Menurut hemat kami, Melayu tak kan hilang dibumi apabila Melayu itu sendiri mampu memberikan kesejahteraan bagi para pendukungnya.
Jati diri Melayu yang mewujud di dalam warisan-warisan kebudayaan baik yang berwujud benda maupun non benda (tangible dan intangible) jika direvitalisasi akan memperkuat kejati-dirian Melayu. Selain itu, revitalisasi juga bermanfaat untuk mengangkat dan memunculkan potensi-potensi yang dimiliki warisan sejarah dan budaya. Dengan cara ini, kita akan memiliki pondasi yang kokoh atau posisi tawar yang kuat untuk bersaing dengan identitas dan ragam kebudayaan yang ditawarkan oleh globalisasi. Selain itu, ekplorasi juga bermanfaat untuk:
1. Mengetahui, memahami, dan menghargai prestasi-prestasi atau pencapaian-pencapaian yang telah dilakukan oleh nenek-moyang.
2. Sebagai sumber pengetahuan (inspirasi) untuk membangun masa depan yang lebih baik tanpa mengulangi kesalahan masa lalu.
3. Merupakan deposit yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemanfaatan Internet (media online) Adalah Sebuah Keniscayaan Yang Harus Dilakukan Jika tekad "Tak Kan Melayu Hilang Di Bumi" Benar-benar Ingin Menjadi Kenyataan.
Manfaat pertama dan kedua di atas (sosial-budaya) mungkin telah banyak dipahami oleh masyarakat dan para pemangku kepentingan, hanya saja keberadaan manfaat tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan asasi pemilik warisan budaya, yaitu kesejahteraan secara finansial. Ketika saya bersama tim BKPBM mengunjungi kerajaan-kerajaan Melayu di Kalimantan Barat, hati kami sangat sedih karena banyak warisan budaya yang tidak terurus, rusak, dan bahkan hilang. Tentu kami tidak mungkin menyalahkan para ahli waris kerajaan tersebut, karena untuk melakukan revitalisasi diperlukan dana yang sangat besar. Menurut pendapat saya, perlu kerjasama antara pemangku kepentingan agar warisan budaya dapat menjadi penopang kesejahteraan masyarakatnya. Namun perlu juga disadari bahwa revitalisasi harus tetap berlandaskan kepada nilai-nilai yang terkandung dalam warisan sejarah dan budaya tersebut.
MelayuOnline: Merekonstruksi Melayu Raya
Dalam rangka menjaga jati diri Melayu, BKPBM meluncurkan MelayuOnline.com. Melalui portal yang diorientasikan menjadi portal dunia Melayu terbesar di dunia ini, semua hasil kajian BKPBM tentang Melayu dan kemelayuan di publikasikan. Untuk memudahkan siapa saja yang ingin mengetahui Melayu dan kemelayuan, baik secara ringkas sepintas maupun serius mendalam, maka data-data di MelayuOnline.com disajikan secara terstruktur dan sistematis. Seluruh aspek Melayu, seperti sejarah, budaya, sastra, bahasa dan lain-lain telah diklasifikasi sedemikian rupa, sehingga dengan melihat struktur MelayuOnline.com saja kita akan mengetahui dan menyadari kegemilangan sejarah dan kebudayaan Melayu.
MelayuOnline.com: Pangkalan Data Melayu dan Kemelayuan Yang Paling Komprehensif.
Terdapat 24 Menu, Dimana Menu Sejarah, Budaya, dan Sastra Melayu Menjadi Menu Utamanya.
MelayuOnline.com memiliki 24 menu, dimana menu sejarah, budaya, dan sastra Melayu menjadi menu utamanya. Pertama, sejarah Melayu. MelayuOnline.com mengklasifikasikan sejarah Melayu ke dalam dalam tiga kategori: (1) naskah sejarah yang meliputi manuskrip dan prasasti, (2) sejarah kerajaan Melayu di nusantara (Indonesia, Malaysia, Brunei, Tumasik [Singapore], Thailand, Phillipina, dan Madagaskar), dan (3) situs sejarah, seperti candi, masjid, istana, benteng, dan makam. Melalui menu sejarah ini, kita akan mengetahui keagungan peradaban Melayu. Selain itu, melalui kajian sejarah kita akan mempunyai pemahaman yang komprehensif tentang Melayu, sebagaimana telah penulis sampaikan di atas.
Kedua, Budaya Melayu. Melalui menu ini, MelayuOnline.com berupaya untuk mendokumentasikan, mempublikasikan, melestarikan dan mengembangkan budaya Melayu. Sebagaimana unsur-unsur kebudayaan universal, maka unsur budaya yang dibahas di MelayuOnline.com, meliputi pandangan hidup, kesenian, sistem religi, sastra, kuliner, upacara adat, organisasi sosial, peralatan, busana, artefak, bahasa, bangunan, pengobatan tradisional, dan hukum adat Melayu. Melalui cara ini, kita tidak saja mengetahui kekayaaan kebudayaan Melayu, tetapi juga bagaimana budaya Melayu diperkaya dan memperkaya budaya-budaya lain.
Ketiga, sastra Melayu. Kesusastraan merupakan salah satu tonggak kegemilangan Melayu. Di MelayuOnline.com, sastra Melayu dibagi dua, yaitu sastra lisan dan tulisan. Sastra lisan sulit diketahui awal kemunculannya, sedangkan sastra tulisan muncul dan berkembang bersama dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha dalam masyarakat Melayu. Perkembangan itu semakin pesat dengan masuknya agama Islam ke kawasan ini. Maka tidaklah mengherankan jika sebagian besar naskah sastra tulisan masyarakat Melayu merupakan peninggalan periode Islam. Contoh tradisi lisan adalah pantun, bidal, tambo, koba, dan sebagainya. Sedangkan contoh tradisi tulisan adalah gurindam, hikayat, puisi, syair, sajak, dan sebagainya. Portal MelayuOnline.com memaparkan secara rinci apa saja yang berkaitan dengan sastra lisan dan sastra tulisan itu.
Kehadiran Melayuonline.com Diharapkan Mampu Menjadi Media Informasi dan Media Komunikasi Bagi Bangsa Melayu Di Seluruh Dunia, Dalam Rangka Merekonstruksi dan Mengembangkan Budaya Melayu yang Sesuai Dengan Perubahan Zaman.
Langkah kongkrit MelayuOnline.com tersebut salah satu upaya untuk ”akademisasi Melayu”, artinya Melayu dijadikan sebuah objek kajian yang tidak pernah final, dan menjadikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai manhaj (metode) berpikir dalam membentuk peradaban Melayu (baca: manusia) yang humanis dan multikultur. Dalam konteks ini, MelayuOnline.com meletakkan Melayu dalam korpus ilmu pengetahuan, yaitu menjadikan Melayu sebagai sebuah kebudayaan (baik secara ontologis, epistemologis, dan axiologis) yang terus berkembang sehingga menjadi kajian yang tidak akan pernah tuntas, dan sumber pengetahuan yang tidak akan pernah kering.
Secara praktis, ada empat tujuan praktis BKPBM menduniakan nilai Melayu dan kemelayuan melalui MelayuOnline.com. Pertama, melalui melayuonline.com nilai-nilai kemelayuan dapat disebarluaskan kepada segenap lapisan masyarakat tanpa dibatasi oleh sekat-sekat geografis, politis, ras, dan agama. Melalui melayuonline.com orang-orang seantero dunia, yang melek internet, akan dapat mengetahui dan mengenal khazanah Melayu. Dengan demikian, kita telah menyandingkan Melayu dan kemelayuan secara sejajar dengan budaya global. Dengan cara ini akan terjadi proses saling memahami antar budaya (cross cultural understanding), yang pada akhirnya dapat memicu lahirnya sikap antarbudaya yang saling menghormati dan menghargai.
Melayuonline.com: Media Yang Tepat Untuk Mengetahui dan Memahami Budaya Melayu, Baik Secara Ringkas Sepintas Maupun Serius Mendalam.
Kedua, mengenalkan kepada dunia bahwa Melayu tidak hanya Malaysia. Jika selama ini Melayu selalu diidentikkan dengan Malaysia, maka keberadaan MelayuOnline.com akan memberikan informasi dan bukti kepada masyarakat dunia bahwa Indonesia merupakan pusat kebudayaan Melayu. Melayu pada awalnya berkembang di wilayah Indonesia, sebagaimana terekam dalam sejarah Melayu, dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Selain itu, melalui MelayuOnline.com masyarakat dunia juga akan mengetahui bentang geografis keberadaan orang-orang Melayu.
Ketiga, menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat Melayu bahwa Melayu mempunyai potensi sangat kaya, tidak saja potensi alamnya tetapi juga warisan budaya baik yang berwujud benda maupun non benda. MelayuOnline.com terus berupaya untuk mendokumentasikan, menginventarisir, dan mempublikasikan semua potensi yang dimiliki oleh Melayu. Dengan cara ini diharapkan akan menggugah kesadaran masyarakat Melayu agar memanfaatkan semua potensi yang dimiliki secara optimal untuk menopang perekonomian masyarakat Melayu. Jika sebelumnya warisan khazanah sejarah dan budaya Melayu masih berupa mozaik yang tersebar di mana-mana, maka MelayuOnline.com merajut kembali mozaik itu dan menyajikannya dalam satu dokumentasi yang utuh. Peradaban Melayu adalah salah satu peradaban besar di dunia yang menitikberatkan pada pembangunan kehidupan manusia yang humanis dan bermartabat. Hal tersebut terjadi karena peradaban Melayu dibangun secara integratif antara kepentingan manusia dan lingkungannya (Thamrin, 2003).
Warisan Budaya Melayu (Malay Cultural Heritage) Harus Dikembangkan Agar Berpotensi Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Pewarisnya (Buat Apa Juga Punya Warisan, Jika Tak Bermanfaat Bagi Para Ahli Warisnya?).
Keempat, membangun solidaritas Melayu. Sejak diluncurkan pada tanggal 20 Januari 2007, Melayuonline.com sampai saat ini (1 Maret 2009) telah dikunjungi oleh lebih dari 32 juta pengunjung. Artinya, melayuonline.com telah memfasilitasi lebih dari 32 juta orang untuk mengetahui dan memahami Melayu. Lebih dari itu, melayuonline.com saat ini sedang membangun modal sosial untuk terbentuknya Melayu Raya. Jika media cetak pada akhir abad ke-19 telah mampu menjadi trigger munculnya spirit nasionalisme orang-orang Melayu, maka tidak berlebihan jika saya berharap keberadaan MelayuOnline.com dapat menjadi media yang mampu menyadarkan segenap orang-orang Melayu diseluruh dunia untuk bersatu dalam solidaritas Melayu.
Peta Perjalanan (imajiner) Laksamana Hang Tuah Ke Negeri Tetangga dan Luar Negeri. Dibuat Oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM) Berdasarkan Manuskrip Lama Tentang Hikayat Hang Tuah.
Penutup
Globalisasi merupakan ancaman sekaligus peluang bagi Melayu untuk mempertahankan dan mengembangkan jati dirinya. Globalisasi akan menjadi ancaman terhadap jati diri Melayu jika kita tidak mampu memahami jati diri Melayu secara benar dalam konteks Melayu yang inklusif. Dengan meletakkan Melayu dalam paradigma inklusif, maka jati diri Melayu akan mampu menyerap nilai-nilai positif dari globalisasi dan mengatasi ekses negatifnya. Dalam konteks ini, globalisasi menjadi peluang bagi Melayu untuk mengembangkan jati dirinya. Selain itu, Melayu juga mempunyai kesempatan menyumbangkan nilai-nilainya untuk mencipatakan peradaban dunia yang humanis.
Ayo Kanda, Dinda, Pak Cik, Mak Cik, Pak/Mak Ngah, Pak/Mak Long, Uncu, Nde, Ntu, dan siapa saja, Kita Berkolaborasi dan Membangun Networking, Demi Menjulang Kegemilangan Tamadun Melayu... Kesampingkan Dulu Berbagai Perbedaan, Kumpulkan Persamaan-persamaan Yang Memungkinkan Kita Bersatu dan Saling Menguatkan.
Daftar Pustaka
Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Adeney, T. Bernard. 2005. “Tantangan dan Dampak Kebudayaan Modern dan Pasca Modern” dalam Sociology of Religion Reader, Benard T. Adeney (eds).Yogyakarta: CRCS.
Al Masiri, Abdel Wahab. 1998. Al Yad Al Khafiyah. Cairo: Dar El Syurq.
Al Mudra, Mahyudin, 2009, “Orasi Kebudayaan pada Milad Melon II”, dalam http://melayuonline.com/opinion/?a=TGlUL3FMZVZBUkU4Ng%3D%3D%3D
Ansor, Muhammad. 2005. “Pembacaan Kontemporer Atas Islam, Melayu dan Etnisitas” dalam Lima Kebanggaan Anak Melayu Riau, Baharuddin Husin dan Dasril Affandi (eds). Jakarta: Persatuan Masyarakat Riau-Jakarta.
Khaldun, Ibn. 1989. The Muqaddimah. Prenciton: Prenciton UniversityPress.
Lutfi, H. Muhctar. 2007. “Melayu dan Non-Melayu: Masalah Pembauran Kebudayaan” dalam Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan, Heddy Shri Ahimsa-Putra (eds). Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
Muhtarom, M. Iqbal. 2005. “Masyarakat Terbuka,” Balairung, Vol. 38, XIX.
Melalatoa, M. Junus. 2007. “Komposisi Suku Bangsa di Provinsi Riau” dalam Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan, Heddy Shri Ahimsa-Putra (eds). Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
Piliang, Yasraf Amir. 2005. “Cyberspace dan Perubahan Sosial,” Balairung, Vol. 38, XIX.
Thamrin, Husni. 2003. “Problematika Masyarakat dan Kebudayaan Melayu di Asia Tenggara,” dalam Alam Melayu, Kumpulan Makalah Seminar Budaya Melayu Sedunia 2003. Pekanbaru: Panitia Bidang Seminar.
Suwardi. 1991. Budaya Melayu dalam Perjalanannya Menuju Masa Depan. Pekanbaru: Yayasan Penerbit MSI.